skip to main |
skip to sidebar
Kamis, 28 Februari 2013
AKUNTANSI
ISTISHNA
A.
Pengertian
Akad Istishna
Bai’al
istishna’ atau disebut dengan akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu
yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual
(pembuat/shani’). Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’
antara pemesan (pembeli/ mustashni’) dengan penjual (pembuat/shani’), kemudian untuk memenuhi
kewajibannya kepada mustashni’, penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.
Karakteristik Istishna’antara lain:
1. Berdasarkan akad istishna', pembeli
menugaskan penjual untuk menyediakan barang pesanan (mashnu') sesuai
spesifikasi yang disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran dimuka atau tangguh.
2. Spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
Barang pesanan harus memenuhi
kriteria:
1. Memerlukan proses pembuatan setelah
akad disepakati;
2. Sesuai dengan spesifikasi pemesan
(customized) bukan produk massal; dan
3. Harus diketahui karakteristiknya
secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya.
Barang
pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli
dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual
harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.
Entitas dapat bertindak sebagai
pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna'. Jika entitas bertindak
sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau kontraktor)
untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna' maka hal ini disebut
istishna' paralel.
Istishna'
paralel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli
akhir, tidak bergantung (mu'allaq) dari akad kedua, antara entitas dan pihak
lain.
Pada
dasarnya istishna' tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
a)
Kedua
belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
b)
Akad
batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan
atau penyelesaian akad.
Pembeli
mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari penjual atas:
a) Jumlah yang telah dibayarkan; dan
b)
Penyerahan barang pesanan sesuai
dengan spesifikasi dan tepat waktu.
B. Jenis
Akad Istishna
1. Istishna’
yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
criteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan
shani’.
2. Istishna’
pararel adalah suatu bentuk akad istisna’ antara penjual dan
pemesan, dimana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad
istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset
yang dipesan pemesan.
Ø Syarat
akad istishna’pararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung
pada istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan
dan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual
tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama kontruksi.
C. Rukun
dan Ketentuan Akad Istishna’
Adapun rukun-rukun istishna’ ada
tiga, yaitu:
1. Pelaku terdiri atas pemesan (pembeli/mustashni’)
dan penjual (penjual /shani’).
2. Objek akad berupa barang yang akan
diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk harga.
3. Ijab dan qobul/ serah terima.
Adapun rukun transaksi istishna
paralel’
Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 6 tahun
2000 disebutkan bahwa akad istishna’ kedua (antara bank sebagai pembeli dengan
petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad
kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada
akad istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.
Ketentuan
syariah dan Fatwa dewan Syari’ah tentang Istishna
Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Tentang Jual Beli Istishna’
Fatwa ini mengatur beberapa ketentuan:
1.
Pelaku, harus cakap hukum dan baligh.
2.
Objek akad:
a. Ketentuan tentang pembayaran
1)
Alat bayar harus diketahui jumlah dan
bentuknya, baik berupa uang, barang, atau mamfaat, demikian juga dengan
cara pembayarannya.
2)
Harga
yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila
setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka
penambahan biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli.
3)
Pembayaran
dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
4)
Pembayaran tidak boleh berupa pembebasan
utang.
b. Ketentuan tentang barang
1)
Barang pesanan harus jelas spesifikasinya
(jenis, ukuran, motu) sehingga tidak ada lagi jahalah dan perselisian dapat
dihindari.
2)
Barang pesanan diserahkan kemudian.
3)
Waktu
dan penyerahan pesanan harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
4)
Barang
pesanan yang belum diterima tidak boleh dijual.
5)
Tidak boleh menukar barang kecuali dengan
barang sejenis sesuai dengan kesepakatan.
6)
Dalam
hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan
memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau
mebatalkan akad.
7)
Dalam hal pemesanan sudah dikerjakan sesuai
dengan kesepakatan, hukumnya mengikat, tidak boleh dibatalkan sehingga penjual
tidak dirugikan karena ia telah menjalankan kewajibannya sesuai dengan
kesepakatan.
c.
Ketentuan
Lain
1) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan
sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2) Semua ketentuan dalam jual beli
salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada jual beli istishna’.
3) Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah
pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
3.
Ijab
kabul
Adanya pernyataan dan espresi saling
ridha/rela diantara pihak-pihak akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komonikasi modern.
Fatwa
Dewan Syari’ah Nasional No. 222/DSN-MUI/III/2012) Tentang Jual Beli
Istishna’Paralel Fatwa ini mengatur beberapa ketentuan:
a. Ketentuan
Umum
1)
Jika LKS melakukan transaksi istishna’,
untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi
dengan pihak lain pada objek yang sama, dengan syarat istishna’ pertama tidak
tergantung (Mu’allag) pada istishna’ kedua.
2) LKS selaku mustashni’ tidak
diperkenankan untuk memungut MDC (Margin During Construction) dari
nasabah (Shani’) karena hai ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3) Semua rukun dan syarat-syarat yang
berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula
dalam istishna’ pararel.
b. Ketentuan
Lain
1)
Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah Tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2)
Fatwa ini berlaku sejak tanggal
ditetapkannya, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata dapat kekeliruan,
akan diubah dan disempurnakan sebagai mestinya
D.
Landasan Hukum
a.
Al-Qur’an
“Hai orang-orang beriman,
apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya”(QS. Al-Baqoroh:283).
b.
Al-Hadist
Amir
bin Auf berkata: “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslim kecuali
perdamaian yang mengharumkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan
yang halal dan menghalalkan yang haram.” (HR.Tirmidzi).
“Tiga
hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah) dan mencampur gandum denga tepung untuk keperluan rumah, bukan
untuk dijual.”(HR. Ibnu Majjah).
E. Berakhinya
Akad Istishna’
Kontrak
istishna’ bisa berakhir berdasarkan kondisi-kondisi sebagai berikut:
1. Tidak
terpenuhinya kewajiban secara formal oleh kedua belah pihak.
2. Persetujuan
kedua belah pihak untuk menhentikan kontrak.
3.
Pembatalan hukum kontrak. Ini jika
muncul sebab ia masuk untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau
penyelesaiannya, dan masing masing pihak dapat membatalkannya.
F. Perlakuan
Akuntansi
a.
Akuntansi Penjual
1.
Penyatuan
dan Segmentasi Akad
a) Bila suatu akad istishna' mencakup
sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu akad yang
terpisah jika:
1) Proposal terpisah telah diajukan
untuk setiap aset;
2) Setiap aset telah dinegosiasikan
secara terpisah dimana penjual dan pembeli dapat menerima atau menolak bagian
akad yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut; dan
3) Biaya dan pendapatan masing-masing
aset dapat diidentifikasikan.
b) Suatu kelompok akad istishna',
dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan sebagai satu akad
istishna' jika:
1)
Kelompok
akad tersebut dinegosiasikan sebagai satu paket;
2) Akad tersebut berhubungan erat
sekali, sebetulnya akad tersebut merupakan bagian dari akad tunggal dengan
suatu margin keuntungan; dan
3) Akad tersebut dilakukan secara
serentak atau secara berkesinambungan.
c) Jika ada pemesanan aset tambahan
dengan akad istishna' terpisah, tambahan aset tersebut diperlakukan sebagai
akad yang terpisah jika:
1)
Aset
tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna' awal dalam
desain, teknologi atau fungsi; atau
2) Harga aset tambahan dinegosiasikan
tanpa terkait harga akad istishna' awal.
2.
Pendapatan
Istishna' dan Istishna' Paralel
a) Pendapatan istishna' diakui dengan
menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad
dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan
kepada pembeli.
b) Jika metode persentase penyelesaian
digunakan, maka:
1)
Bagian
nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna' pada periode yang
bersangkutan;
2)
Bagian
margin keuntungan istishna' yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna' dalam penyelesaian; dan
3)
Pada
akhir periode harga pokok istishna' diakui sebesar biaya istishna' yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
c) Jika estimasi persentase
penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat ditentukan secara
rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode akad
selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
tidak ada pendapatan istishna' yang diakui sampai dengan
pekerjaan tersebut selesai;
1)
Tidak
ada harga pokok istishna' yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
2)
Tidak
ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna' dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
3)
Pengakuan
pendapatan istishna', harga pokok istishna', dan keuntungan dilakukan hanya
pada akhir penyelesaian pekerjaan.
3.
Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh
a)
Jika
menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam
periode lebih dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan, maka pengakuan
pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1) Margin keuntungan pembuatan barang
pesanan yang dihitung apabila istishna' dilakukan secara tunai diakui sesuai
persentase penyelesaian; dan
2) Selisih antara nilai akad dan nilai
tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional
sesuai dengan jumlah pembayaran.
b)
Jika
menggunakan metode akad selesai dan proses pelunasan dilakukan dalam periode
lebih dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan maka pengakuan pendapatan
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1)
Margin
keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna' dilakukan
secara tunai, diakui pada saat penyerahan barang pesanan; dan
2)
Selisih
antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran tagihan setiap
termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna' dan termin istishna'
(istishna' billing) pada pos lawannya.
c)
Tagihan
setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang Istishna’ dan termin Istishna’
(istishna’/billing) pada pos
lawannya.
4.
Biaya
Perolehan Istishna
a) Biaya perolehan istishna' terdiri
dari:
1) biaya langsung yaitu bahan baku dan
tenaga kerja langsung untuk membuat barang pesanan; dan
2) biaya tidak langsung adalah biaya
overhead, termasuk biaya akad dan pra-akad.
Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan
diperhitungkan sebagai biaya istishna' jika akad disepakati. Namun jika akad
tidak disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.
b) Biaya perolehan istishna' yang
terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai aset istishna' dalam
penyelesaian pada saat terjadinya.
Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya
riset dan pengembangan tidak termasuk dalam biaya istishna'.
5.
Biaya
Perolehan Istishna' Paralel
a) Biaya istishna' paralel terdiri
dari:
1) Biaya perolehan barang pesanan
sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada entitas;
2) Biaya tidak langsung adalah biaya
overhead, termasuk biaya akad dan praakad; dan
3) Semua biaya akibat produsen atau
kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika ada.
b) Biaya perolehan istishna' paralel
diakui sebagai aset istishna' dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan
dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
6.
Penyelesaian
Awal
Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh
tempo dan penjual memberikan potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang
pendapatan istishna'.
Pengurangan pendapatan istishna' akibat penyelesaian awal
piutang istishna' dapat diperlakukan sebagai:
a)
Potongan
secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna' pada saat pembayaran;
atau
b)
Penggantian
(reimbursed) kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan tersebut
setelah menerima pembayaran piutang istishna' secara keseluruhan.
7.
Perubahan
Pesanan dan Tagihan Tambahan
Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan
biaya istishna' akibat perubahan pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai
berikut:
a)
Nilai
dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh penjual dan pembeli
ditambahkan kepada pendapatan istishna' dan biaya istishna';
b)
Jika
kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi, maka
jumlah biaya setiap tagihan tambahan yang diakibatkan oleh setiap tagihan akan
menambah biaya istishna'; sehingga pendapatan istishna' akan berkurang sebesar
jumlah penambahan biaya akibat klaim tambahan
c)
Perlakuan
akuntansi (a) dan (b) juga berlaku pada istishna' paralel, akan tetapi biaya
perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor
dan disetujui penjual berdasarkan akad istishna' paralel.
8.
Pengakuan
Taksiran Rugi
Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan
istishna' akan melebihi pendapatan istishna', taksiran kerugian harus segera
diakui.
Jumlah kerugian semacam itu ditentukan tanpa memperhatikan:
a) Apakah pekerjaan istishna' telah
dilakukan atau belum;
b) Tahap penyelesaian pembuatan barang
pesanan; atau
c) Jumlah laba yang diharapkan dari
akad lain yang tidak diperlakukan sebagai suatu akad tunggal sesuai paragraf .
b.
AKUNTANSI
PEMBELI
a) Pembeli mengakui aset istishna'
dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual dan
sekaligus mengakui hutang istishna' kepada penjual.
b) Aset istishna' yang diperoleh
melalui transaksi istishna' dengan pembayaran tangguh lebih dari satu tahun
diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang disepakati
dalam akad istishna' tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
istishna' tangguhan.
c) Beban istishna' tangguhan
diamortisasi secara proporsional sesuai dengan porsi pelunasan hutang
istishna'.
d) Jika barang pesanan terlambat
diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan mengakibatkan kerugian
pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian proyek yang
telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian
proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual
dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
e) Jika pembeli menolak menerima barang
pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan tidak memperoleh kembali
seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual, maka jumlah yang
belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan
jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
f)
Jika
pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka
barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai
wajar dan biaya perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada
periode berjalan.
g) Dalam istishna' paralel, jika
pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi
yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang lebih rendah
antara nilai wajar dan harga pokok istishna'. Selisih yang terjadi diakui
sebagai kerugian pada periode berjalan.
1.
PENYAJIAN
Penjual menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai
berikut:
a)
Piutang
istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
b)
Termin
istishna' yang berasal dari transaksi istishna' sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
Pembeli menyajikan dalam laporan keuangan hal-hal sebagai
berikut:
a)
Hutang
ishtisna' sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
b)
Aset
istishna' dalam penyelesaian sebesar:
1) Persentase penyelesaian dari nilai
kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika istishna' paralel; atau
2) Kapitalisasi biaya perolehan, jika
istishna
2.
PENGUNGKAPAN
Entitas mengungkapkan transaksi istishna' dalam laporan
keuangan, tetapi tidak terbatas, pada:
a)
Metode
akuntansi yang digunakan dalam pengukuran pendapatan dan keuntungan kontrak
istishna';
b)
Metode
yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang
berjalan;
c)
Rincian
piutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, dan
kualitas piutang;
d)
rincian
hutang istishna' berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis mata uang; dan
e)
pengungkapan
yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang
Penyajian Laporan Keuangan Syariah.
G.
Pengawasan
syariah Transaksi Istishna dan Istishna Paralel
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik
jual beli Istishna dan istishna parallel, DPS biasanya melakukan pengawasan
syariah secara periodik. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh bank
Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:
1) Memastikan
barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam;
2)
Meneliti
apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan
dan kriteria yang disepakati
3)
Memastikan
bahwa akad Istishna dan Istishna parallel dibuat dalam akad yang terpisah
4)
Memastikan
bahwa akad Istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya
mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain:
a)
Kedua belah pihak setuju untuk
menghentikan akad istishna’
b)
Akad Istishna’ batal demi hukum karena
kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Adanya
pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menurut bank syariah untuk hati-hati
dalam melakukan transaksi jual beli Istishna’ dan Istishna’ parallel dengan
para nasabah. Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib
administrasi agar berbagai dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia
setiap saat dilakukan pengawasan.
H.
Jurnal Standar
a.
Istishna’ Biasa- Akuntansi Penjualan
1.
Saat pengeluaran biaya sebelum akad
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban istishna yang ditangguhkan
|
xx
|
|
|
Kas
|
|
xx
|
2.
Jika akad tidak ditanda tangani
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pra akad
|
xx
|
|
|
Beban istishna yang ditangguhkan
|
|
xx
|
3.
Saat pengeluaran biaya istishna setelah akad ditanda tangani
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Beban istishna yang ditangguhkan
|
|
xx
|
4.
Pada saat penagihan kepada pembeli
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Piutang istishna
|
xx
|
|
|
Termin istishna
|
|
xx
|
5.
Pada saat penerimaan pembayaran dari
pembeli
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Kas
|
xx
|
|
|
Piutang istishna
|
|
xx
|
6.
Pengakuan keuntungan pada akhir
periode dengan menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Pendapatan istishna (sesuai porsi penyelesaian)
|
|
xx
|
7.
Pengakuan kerugian pada akhir
periode dengan menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Kas/utang/persediaan
|
|
xx
|
8. Pengakuan keuntungan/kerugian pada
akhir periode dengan menggunakan metode akad selesai.
Maka tidak ada jurnal, karna metode
ini mengakui pendapatan istishna hanya
pada masa akhir kontrak
9.
Pengakuan keuntungan pada akhir masa
kontrak dengan menggunakan metode persentase.
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna
dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Pendapatan istishna (sesuai porsi penyelesaian)
|
|
xx
|
10.
Pengakuan kerugian pada akhir masa
kontrak dengan menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Kerugian aktiva (sebesar selisih
antara pendapatan dan beban istishna)
|
xx
|
|
|
Pendapatan istishna (sesuai
porsi penyelesaian)
|
|
xx
|
11.
Pengakuan keuntungan pada akhir masa
kontrak dengan menggunakan akad selsesai
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Pendapatan istishna
|
|
xx
|
12.
Pengakuan kerugian pada akhir masa
kontrak dengan menggunakan metode akad selesai
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Kerugian istishna (sebesar selisih antara pendapatan dan beban istishna)
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam
penyelesaian
|
|
xx
|
13.
Pada saat pesanan selesai diproduksi
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Persediaan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam
penyelesaian
|
|
xx
|
14. Pada saat penjual menyerahkan barang
pesanan kepada pembeli
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Termin istishna
|
xx
|
|
|
Persediaan istishna
|
|
xx
|
15.
Pemberian potongan kepada pembeli
a.
Potongan secara langsung
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Piutang istishna
|
|
xx
|
b.
Potongan tidak langsung
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban potongan (muqasah)
|
xx
|
|
|
Kas (dibayar setelah pembeli melunasi hutangnya)
|
|
xx
|
b.
Istishna’ Biasa-Akuntansi Pembelian
1.
Pada saat pembeli menerima garansi
penyelesaian proyek
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Kas
|
xx
|
|
|
Titipan uang garansi
|
|
xx
|
2.
Pembeli menerima tagihan dari
penjual
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Hutang istishna
|
|
xx
|
3.
Pembeli membayar tagihan kontraktor
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Hutang istishna
|
xx
|
|
|
Kas
|
|
xx
|
4.
Pembelian menerima aktiva istishna
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Persediaan
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
5. Pembelian menolak aktiva istishna dari sub kontraktor karena
salah spesifikasi
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Piutang kontraktor (sebesar uang
yang belum kembali)
|
xx
|
|
|
Kas (sebesar uang yang belum kembali)
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna
dalam penyelesaian
|
|
xx
|
6.
Pembeli
menerima aktiva istishna walaupun
salah spesifikasi
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Persediaan (sebesar nilai aktiva
yang salah spesifikasi)
|
xx
|
|
|
Kerugian aktiva istishna (sebesar penurunan nilai karena salah spesifikasi)
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
7.
Jika
kontraktor terlambat mengirimkan barang pesanan sehingga menyebabkan pembeli
mengalami kerugian
a. Uang garansi < kerugian
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Titipan uang garansi
|
xx
|
|
|
Piutang kepada kontraktor
|
xx
|
|
|
Pendapatan ganti rugi istishna
|
|
xx
|
b.
Uang garansi < kerugian
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Titipan uang garansi
|
xx
|
|
|
Hutang kepada kontraktor
|
|
xx
|
|
Pendapatan ganti rugi istishna
|
|
xx
|
c. Istishna’
Paralel – Akuntansi Penjual dan pembeli
1.
Saat
pengeluaran biaya sebelum akad
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban istishna yang ditangguhkan
|
xx
|
|
|
Kas
|
|
xx
|
2. Jika akad tidak ditanda tangani
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pra akad
|
xx
|
|
|
Beban istishna’ yang ditangguhkan
|
|
xx
|
3.
Saat LKS menerima garansi
penyelesaian proyek
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Kas
|
xx
|
|
|
Titipan uang garansi
|
|
xx
|
4.
LKS menerima tagihan dari kontraktor
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Aktiva istishna
dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Hutang istishna (kontraktor)
|
|
xx
|
5.
Pada saat LKS memberikan tagihan
kepada pembeli
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Piutang istishna (al-mustashni)
|
xx
|
|
|
Termin istishna
|
|
xx
|
6.
LKS membayar tagihan dari kontraktor
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Hutang istishna
|
xx
|
|
|
Kas
|
|
xx
|
7.
LKS menerima aktiva istishna dari kontraktor
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Persediaaan
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
8.
LKS
menolak aktiva istishna dari sub-kontraktor karena salah spesifikasi
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Piutang
kontraktor (sebesar uang yang belum kembali)
|
xx
|
|
|
Kas
(sebesar uang yang belum kembali)
|
xx
|
|
|
Aktiva
istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
9.
LKS
menerima aktiva istishna walapun salah spesifikasi
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Persediaan
(sebesar nilai aktiva yang salah spesifikasi)
|
xx
|
|
|
Kerugian
aktiva istishna (sebesar penurunan nilai karena salah spesifikasi)
|
xx
|
|
|
Aktiva
istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
10. Jika kontraktor
terlambat mengirimkan barang pesanan sehingga menyebabkan pembeli mengalami
kerugian
a) uang garansi<kerugian
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Titipan
uang garansi
|
xx
|
|
|
Piutang
kepada kontraktor
|
xx
|
|
|
Pendapatan ganti rugi istishina
|
|
xx
|
b) uang garansi > kerugian
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Titipan
uang garansi
|
xx
|
|
|
Hutang kepada kontraktor
|
xx
|
|
|
Pendapatan
ganti rugi istishina
|
|
xx
|
11.
LKS menerima
pembayaran dari pembelian
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
kas
|
xx
|
|
|
Piutang istishna
|
|
xx
|
12.
pembelian menolak barang pesanan (nilai
perolehan< nilai wajar)
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Kerugian
aktiva istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
13.
Apabila aktiva istishna yang dipesan LKS kepada sub-kontraktor tidak sesuai
dengan spesifikasi yang ditentukan ( LKS telah menerima aktiva) oleh pemesan
akhir dan bank harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memenuhi spesifikasi
a) Pada saat pengeluaran biaya pemenuhan
spesifikasi
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Aktiva
istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
b) pada saat penyelesaian proses pemenuhan
spesifikasi
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Persediaan
|
xx
|
|
|
Aktiva
istishna dalam penyelesaian
|
|
xx
|
14
pengakuan keuntungan pada akhir periode dengan menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban
pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva
istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Pendapatan istishna
|
|
xx
|
catatan : istishna pararel tidak diperbolehkan
menggunakan metode akad selesai
15
pengakuan kerugian pada akhir periode dengan
menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keteranggan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban
pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva
istishna dalam penyelesaian
|
xx
|
|
|
Pendapatan
istishna (sesuai porsi penyelesaian
|
|
xx
|
catatan : istishna pararel tidak diperbolehkan
menggunakan metode akad selesai
16
Pengakuan keuntungan pada akhir masa
kontrak dengan menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Beban pendapatan istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna
dalam penyelesaian
|
|
xx
|
|
Pendapatan istishna (sesuai porsi penyelesaian)
|
|
xx
|
Catatan;
Istishna paralel tidak diperbolehkan menggunakan metode akad selesai.
17
Pengakuan kerugian pada akhir masa kontrak
dengan menggunakan metode persentase
Tanggal
|
Keterangan
|
Debit
|
Kredit
|
|
Bebabn istishna
|
xx
|
|
|
Aktiva istishna
dalam penyelesaian
|
|
xx
|
|
Pendapatan istishna
(sesuai porsi penyelesaian)
|
|
xx
|
Catatan; Istishna paralel tidak diperbolehkan
menggunakan metode akad selesai.
Kesimpulan
Akad istishna’ adalah akad
jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu. Istishna
dapat dilakukan langsung antara dua belah pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau
melalui perantara. Jika dilakukan melalui perantara maka akad disebut dengan akad istishna paralel. Walaupun istishna adalah akad jual beli, tetapi
memiliki perbedaan dengan salam maupun dengan murabahah. Istishna lebih ke kontrak pengadaan barang
yang ditangguhkan dan
dapat di
bayarkan secara tangguh pula. Istishna
menurut para fuqaha adalah pengembangan dari salam, dan di izinkan secara syari’ah. Untuk pengakuan pendapatan istishna dapat dilakukan melalui akad langsung dan metode
persentase penyelesaian. Di mana metode persentase penyelesaian yang digunakan miris dengan
akuntansi konvensional, kecuali perbedaan laba yang di pisah antara margin laba dan selisih
nilai akad dengan nilai wajar.
Tujuan mempelajari akutansi istishna itu sendiri adalah untuk memhami apa itu yang dimaksud
denga akutansi istishna, selain itu
juga untuk mempelajari jenis-jenis dari istishna,
serta menganalisis ruang lingkup dari istishna itu sendiri. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa akad istishna adalah akad jual beli dimana seorang
pembeli memesan suatu barang kepada prosuden yang juga bertindak sebagai
penjual, dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang di sepakati, dan harga
barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad dengan cara pembayarannya
dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau dapat ditangguhkan dalam jangka
waktu tertentu.